Rabu, 30 Desember 2009

Upacara Tradisional Nyadran

Warga masyarakat Dusun Kemlokolegi termasuk salah satu diantara Dusun dan Desa yang ada di wilayah Kabupaten Nganjuk yang sampai sekarang masih melestarikan upacara tradisional Nyadran. Di beberapa daerah ada yang menyebut Sadran. Tradisi ini sudah berlangsung ratusan tahun yang silam sampai sekarang.
Kata Nyadran maupun Sadran keduanya berasal dari bahasa Sansekerta dari kata Sadra yang kemudian karena perjalanan zaman mengalami perubahan lisan Nyadran atau Sadran. Kata Sadran mempunyai arti ziarah kubur, suatu tradisi masyarakat jawa sejak zaman Hindu-budha di negeri ini.Itu sbabnya dalam acara Nyadran hampir semua warga masyarakat ikut melaksanakan tanpa memandang perbedaan status dan agama yang dianutnya.
bagi warga masyarakat dusun Kemlokolegi, tradisi Nyadran diselenggar4akan mengambil hari jumat Pahing atau Jumat Legi, pada bulan - bulan usai masa panen padi. baru akhir-akhir ini dijatuhkan pada bulan April, hal ini dikandung maksud di samping telah usai masa panen padi juga sekaligus ikut merayakan Hari jadi Kota Nganjuk.
Mengawali rangkaian upacara tradisi Nyadran, dimulai dengan selamatan di makam Eyang Kunci yang memang cikal bakal leluhur dan orang pertama di Desa Kemlokolegi. Selamatan berlangsung sebelum matahari terbit, kemudian dilanjukan selamatan di makam " Sana Pralaya II " yaitu sebuah makam umum warga masyarakat Dusun kemlokolegi sementara " Sana Pralaya I " , tiada bekas dan sudah menjadi perumahan warga.
Masih dalam rangkaian upacara tradisi Nyadran, sebagai puncak acara warga masyarakat selamatan di rumah Lurah atau Kepala Desa istilah sekarang atau di Balai Desa di masa sekarang.berduyun-duyun warga mengusung jolen, di mana keberangkatan dari rumah-rumah warga dibarengi iring-iringan kesenian tradisional menuju rumah Lurah atau Balai Desa di jaman sekarang.
Kata Jolen berasal dari kata Joli atau Joli Kencana yaitu sebuah tandu untuk mengusung Raja atau Putra Raja pada waktu hendak anjangsana ke daerah pedesaan. Joli kencana diusung atau dipikul oleh empat orang abdi dalem.
demikian juga Jolen sebagai wadah atau tempat persembahan berupa ambeng dan aneka macam hasil bumi mulai dari pala kependem, pala gemantung, maupun pala kesimpar.Persembahan dimaksudkan sebagai bentuk perwujudan bulu bekti warga atau loyalitas warga kepada Lurah sebagai " pangarsa praja ". Jolen dipikul olehempat orang warga layaknya abdi dalem mengusung Raja. pernak-pernik hiasan mmewarnai Jolen sesuai kreativitas warga, meskipun dimasa sekarang terasa kering dan mandul.
Tradisi jolen bagi warga masyarakat kemlokollegi sudah berlangsung ratusan tahun yang silam, semenjak adanya pemerintahan desa pertama, semasa Eyang Sinagadangsa ditunjuk oleh Wedana Kertasana sebagai Lurah Desa Kemlokolegi.Eyang Singadangsa adalah putra ketiga Eyang Kunci dari tujuh bersaudara.
Waktu itu Desa Kemlokolegi baru terdiri dari tiga pedukuhan yaitu kemlokolegi, blimbing, dan Panggangrambak.ketiga pedukuhan berada di sebelah utara jalan desa sekarang sedangkan di sebelah selatan jalan masih berupa " alas brendilan ". khusun pedukuhan Kemlokolegi, waktu itu baru dihuni oleh ketujuh putra Eyang kunci berjajar dari timur ke barat menghadap ke selatan.
Keberadaan Jolen bukan sekedar " simbol etika "akan tetapi memiliki makna yang jauh lebih dalam, di mana disampaikan oleh simbah buyut atau bapa biyung lewat " kekudangan ". hampir setiap malam kekudangan disampaikan waktu menjelang tidur atau pada waktu tiduran di halaman rumah beralaskan tikae waktu bulan purnama. Memang diantara " kekudangan " dan " dongeng "disamping memiliki kesamaan waktu penyampaian juga kesamaan tujuan yaitu memberi " piwulang " hidup yang baik dalam menatap kehidupan hari ini dan menyongsong kehidupan di masa yang akan datang.perbedaan terletak pada metode penyampaian, dimana kekudangan disampaikan langsung atau "verbal" sehingga tidak menutup kemungkinan terkesan membosankan bagi anak cucu. Berbeda dengan dongeng dimana disampaikan dengan mengandung unsur hiburan lewat tetembangan, dialog, dengan w arna suara yang berbeda. " Nilai Luhur " terselubung lewat tokkoh - tokoh ceritera dan memiliki alur ceritera yang sudah mapan.
Salah satu kekudangan diantaranya yang berkaitan dengan adanya Jolen, waktu itu disampaikan : Lurah diidentikkan dengan Raja atau Presiden untuk masa sekarang. Untuk itu kepada anak cucu ditanamkan, " wajib untuk selalu taat, patuh, dan ngabekti atau loyal kepada Lurah ". Tanpa harus memandang siapa yang menjadi Lurah. Juga disampaikan manakala kelak telah dewasa dan " ambyur " bermasyarakat jangan sampai " mbalela " mengkang pranatan Lurah. Bahkan disampaikan, dan untuk masa sekarang mungkin dianggap semacam intimidasi, " siapa yang " mbalela " mengkang pranatan lurah tidak akan bisa " mulya " hidupnya bahkan akan
hidup sengsara di kemudian hari. Kekudangan yang erat hubungannya dengan keberadaan Jolen ini sampai sekarang dipegang teguh oleh anak cucu warga masyarakat terutama " trah " dari Eyang kunci. Dari dulu sampai sekarang bila ditelusur belum pernah terjadi anak cucu mbalela mengkang pranatan. kalau toh pernah terjadi dapat dipastikan oleh warga atau oraqng-orang di
luar garis.
Pemikiran para leluhur desa lewat kekudangan waktu itu sepertinya telah berpijak pada " tembang - tembang peddesaan " atau buku Nagara Kertagama karya Empu Prapanca semasa kerajaan Majapahit yang telah mempersatukan bumi nusantara. kesamaan dalam upacara Nyadran sebagaimana tertulis dalam Wirama 65, Jagaddhita Bait 257, yang menguraikan tentang Srada ( Nyadran ) ;
sang ari natha ri wengkerspeneda wwawan yasa
pethani tadhah niradhika.
sarwendah racananya mulya madulur dhana witarana wartta ring sabha.
Artinya :
baginda Raja Wengker mempersembahkan santapan utama dengan tempat berbentuk tiruan rumah yang indah. Beraneka ragam hiasan yang indah dilengkapi barang-barang yang dibagi-bagikan sebagai pemberian di balai pertemuan.
Demikian juga beraneka macam bentuk persembahan dapat dilihat pada bait 260 :
Enjing rakwa kaping neming dina bathara narapati sabojana krama marak,
mwang sang ksatriya sang padhadhika penuh yasa buku bukuran rinem bata susun,
dharmma dhyaksa kaleh sire kinawawan banawa padha winarnna bhawaka kidung,
gongnya lwir tuhu palwa gong gubara gentura ngirigaweh reseping ngumalat.
Artinya ;
Pagi-pagi pada hari keenam baginda raja bersiap mempersembahkan sajian, serta para pembesar bangsawan persembahannya berbentuk bangunan meru bertingkat yang diusung. Dua orang penganut agama persembahannya berbentuk perahu dihias sesuai dengan cerita dalam kidung, bbesarnya benar-benar sebesar sampan diikuti oleh tabuh-tabuhan yang gemuruh membuat penonton tertegun.
Sedangkan untuk melihat sejauh mana keseriusan dan kesungguhan dalam mempersiapkan tempat untuk upacara Srada atau Nyadran dapat kita baca pada bait 250 :
Kulwan mandapa sapralamba winangun stana narendra pupul, lor tekang taratak pinik mideramurwwa tumpa tumpang wugat, stri ning mantri bhujangga wiprengi daha talpanya sampun pepek.
ngkene daksine bhretyasangghya taragnya sangkya kirana susun
Artinya :
Di barat pendapa dihias rumbai janur tempat raja duduk berkumpul ,
serambi utara dihias berbelok ke timur, berjenjang-jenjang hingga ke belakang
Istri para menteri pujangga, pendeta, disiapkan secukupnya.
Diselatan serambi untuk para abdi tempatnya indah berjenjang.
Untuk menghibur masyarakat, utamanya rakyat kecil juga diselenggarakan beberapa jenis hiburan. bait 264 :
Sasing karyya tusta rikanang parajana winangun narerswara huwus,
Nang widwamacangah raket raketaganti sabana para sitada pratidina,
hanyat bhata mapatra yuddha sahajang magel agelapanang gyatangdani paceh,
mukyang dhana salwiring manasi tan pagatamuhara
harsa ning sabhuwana.
Artinya :
Segala kegiatan untuk menggembirakan raakyat telah diselenggarakan oleh Baginda Raja, yang pandai dalam hal babat menari topeng bergantian dengan penyanyi-penyanyi setiap hari,
prajurit mementaskan tari perangdahsyat pukul memukul mengejutkan menimbulkan gelak ketawa,
mengutamakan sedekah untuk peminta-minta tak terputus menyebabkan rakyat gembira.
Membaca uraian di atas antara upacara tradsi yang selama ini di lestarikan warga masyarakat Kemlokolegi dengan pelaksanaan upacara Srada ( Nyadran zaman Majapahit ) siapapun orangnya paasti mengatakan bahwa masyarakat Kemlokolegi telah berhasil melestarikan budaya leluhhur, budaya nenek moyang.
Melihat makna dan nilai yang terselubung pada tradisi Jolen dan melihat perkembangan zaman dimasa sekarang kiranya tidak cukup jika anak cucu dimasa sekarang hanya sebatas " ngleluri " tradisi jolen. Sekarang sudah ti waktunya untuk mengembangkan demi kelestarian budaya tradisi jolen yang kita miliki. Sudah waktunya jolen mendapatkan sentuhan tangan-tangan terampil yang artistik apabila tidak ingin ditinggalkan oleh zaman. warga masyarakat kemlokolegi tidak perlu banyak mengharap uluran tangan orang lain atau dari manapun juga. Hanya " pangarsa praja " diharapkan menjadi tauladan atau panutan sebagaimana yang dilakukan Raja - Raja di jaman Majapahit.
Jolen sebagai budaya tradisi memiliki pondasi yang kokoh untuk mempersatukan warga, gotong royong, berkarya dan membangun. Suatu saat manakala " dikemas " dapat menjadi aset desa sebagai " obyek wisata berkala " yang tidak akan ada duanya di daerah Kabupaten Nganjuk Bahkan di Jawa Timur sekalipun.
Sebagai pewaris, dan tidak lupa sebagai r asa hormat kepada para leluhur sudah barang tentu kita memiliki tanggungjawab untuk " melestarikan" dan " mengembangka n " budaya tradisi jolen yang kita miliki.
Di masa mendatang, jolen perlu diajukan untuk mendapatkan " suaka perlindungan budaya " dengan harapan tidak akan hanyut oleh riak gelombang jaman di era globalisasi yang penuh kemajemukan dan tantangan.

Babat desa Kemlokolegi tempo dulu

U Makam
! Eyang kunci dan Lurah 1
! SINGADANGSA
! 7 6 5 4 3 2 1
! Panggangrambak Blimbing Kemlokolegi
!--------------------------------------------------------------------------------------
S H U T A N

Makam"Sana Pralaya" dan lurah II Thengul
Keterangan :
Makam " Sana Pralaya II 1 s/d 7 rumah dari putra Eyang kunci
Lurah III Somaharja 3 rumah Eyang Singadangsa / Lurah I
!
!
S

1 komentar:

  1. wah bagus juga ada yg minat dengan kesenian daerah, lanjutkan yg lebih baik lagi........

    BalasHapus